Ayo Hidup Sehat !!


Dapat memiliki usia panjang yang disertai dengan tubuh yang sehat, pastinya merupakan keinginan bagi hampir seluruh manusia. Kesehatan menjadi hal yang begitu mahal dan sulit untuk didapatkan oleh manusia di jaman sekarang ini. Globalisasi yang disertai dengan perkembangan teknologi yang kemudian memengaruhi gaya hidup dari manusi di dunia ini turut membuat kesehatan menjadi hal yang sulit untuk dimiliki. Jenis makanan yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan semakin banyak bermunculan seperti restoran-restoran fastfood yang makanannya mengandung kalori dan lemak yang begitu tinggi, serta makanan-makanan yang terbuat dari bahan kimia dan mengandung bahan pengawet yang dapat menimbulkan kanker. Belum lagi makanan-makanan tradisional yang telah ada sejak dahulu yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan pula, seperti makanan yang mengandung santan, jeroan, dan gorengan yang mengandung kolesterol dan lemak jenuh yang tinggi.

Penyakit jantung koroner yang merupakan penyakit pembunuh no.1 di dunia pada tahun 2008 menurut data WHO, merupakan hal yang dapat timbul karena makan-makanan tidak sehat itu tadi dan ditambah oleh jarangnya aktivitas berolahraga. Selain itu, masih banyak penyakit-penyakit berbahaya lainnya yang disebabkan oleh pola hidup yang tidak baik, seperti stroke, kanker, diabetes, dan lainnya. Memang, menghindari makan-makanan yang berdampak buruk bagi tubuh merupakan hal yang sulit, terlebih lagi bagi orang yang memiliki jam kerja begitu padat. Namun, bukan berarti orang-orang tersebut tidak dapat memulai gaya hidup sehat. Hal yang harus diperhatikan dan dibentuk pertama kali adalah mindset yang benar sekaligus kuat untuk melakukan gaya hidup sehat. Mindset memiliki peranan sentral bagi tiap orang untuk dapat hidup sehat.

Hal ini pula yang saya lakukan sejak setahun belakangan ini. Saat saya berumur 19 tahun, muncul keinginan dalam diri saya untuk melakukan gaya hidup sehat. Hal ini dilatarbelakangi oleh silsilah keluarga saya yang memiliki penyakit yang dapat bersifat turunan seperti stroke, diabetes, dan darah tinggi. Ibu saya sendiri merupakan penderita tekanan darah tinggi, serta nenek dan tante saya merupakan orang yang terserang stroke. Melihat apa yang anggota keluarga saya alami tersebut, maka tergugah lah hati saya untuk tidak menjadi seperti mereka, yang harus menjalani hidup dibawah bayang-bayang penyakit.

Sejak saat itu, saya mulai membatasi dan memilih jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuh saya. Pada masa awal, saya terlebih dahulu untuk berusaha mengurangi makan nasi, sebelumnya tiap makan setidaknya saya akan memakan nasi sebanyak satu setengah piring. Sedikit demi sedikit saya mengurangi porsi tersebut dan menggantinya dengan makanan lain yang mengandung protein tinggi seperti telur, tempe, dan tahu, serta tidak ketinggalan berbagai jenis sayur dan buah seperti bayam, tomat, atau sayur apapun yang ada di kulkas rumah. Khusus untuk sayur dan buah saya hampir tiap hari membuatnya menjadi jus dengan menggunakan gula alami dari buah-buahan itu sendiri, semua jenis sayur dan buah yang ada di rumah saya masukkan ke dalam blender. Mungkin apabila dibayangkan maka akan terasa jijik, namun, kembali lagi pada mindset, yang memegang peranan penting dalam mengubah rasa jijik tersebut menjadi rasa membutuhkan dan pada akhirnya menikmati rasa tersebut. Semua jenis makanan tersebut saya makan karena sayur dan protein memerlukan waktu yang lebih lama untuk dapat dicerna didalam tubuh dibanding dengan nasi. Jadi, saya dapat mengurangi nasi namun tetap tidak merasa kelaparan.

Pola makan saya tersebut juga saya ikuti dengan aktivitas berolahraga yang rutin. Saya hanya melakukan olahraga di sekitar rumah, karena untuk olahraga di gym saya tidak memiliki dana lebih (maklum masih mahasiswa). Tiap harinya saya melakukan push-up sebanyak 100 kali yang dibagi empat set, sit-up, angkat burble, quat-race, dan diakhiri dengan lari pagi selama lima belas menit. Tetapi, sebenarnya latihan saya ini terbalik, karena dari berbagai sumber yang saya baca di internet, seharusnya lari pagi merupakan hal yang harus dilakukan terlebih dahulu untuk melatih jantung, setelah itu baru melatih otot-otot tubuh. jangan terlupa pula, kita harus memiliki waktu istirahat yang cukup, tiap harinya saya tidur di malam hari selam tujuh jam, yang biasanya mulai dari pukul 22.00 hingga 05.00 dan langusng berolahraga setelah itu.

Harus saya akui, sangat sulit untuk melakukan pola hidup sehat pada masa awal, karena ada perubahan besar yang terjadi dalam tubuh kita secara tiba-tiba. Oleh karena itu hal ini harus dilakukan secara perlahan-lahan dengan disertai oleh keinginan atau mindset yang kuat.. Berkali-kali saya mengatakan mengenai mindset, namun bagaimana sebenarnya membangun mindset yang benar tersebut? Berikut beberapa caranya, yang dimabil berdasarkan pengalaman saya sendiri:

– Banyak-banyaklah bergaul atau berinteraksi dengan orang-orang yang menjalani pola hidup sehat, dengan begitu maka perlahan-lahan anda akan terpengaruh untuk mengikutinya.

– Berdasarkan pengalaman hidup sendiri, seperti saya yang menyadari bahwa dalam keluarga saya terdapat penyakit yang dapat menurun. Oleh karena itu, saya harus berusaha untuk memulai hidup sehat

– Banyak membaca artikel atau tulisan mengenai kesehatan, baik mengenai penyakit itu sendiri, dan bagaimana pola hidup yang benar.

Saya juga ingin mengungkapkan beberapa keuntungan yang saya dapatkan dari pola hidup sehat yaitu:

– Dalam empat bulan pertama, berat badan saya turun sepuluh kilo. Jadi saya bisa mengucapkan selamat tinggal pada lemak-lemak yang sebelumnya ada di perut.

– Imunitas saya jauh bertambah kuat. Sebelumnya, setidaknya dua bulan sekali saya pasti terserang sakit flu, namun setelah menjalani pola hidup sehat ketika musim pancaroba keluarga saya sakit hanya saya yang tetap sehat.

– Menambah percaya diri, karena memiliki bentuk tubuh yang semakin baik, jadi lebih pede kalau mau cari pasangan

Mungkin hanya itu yang saya dapat share dengan teman-teman sekalian. Semoga berguna bagi teman-teman yang ingin memulai hidup sehat. Oh iya, kalau teman-teman ada yang tahu atau mungkin anggota komunitas yang berhubungan dengan pola hidup sehat tolong beritahu atau ajak-ajak saya yaa, saya berminat banget buat ikut dalam komunitas tersebut. Thanks!!

AYO HIDUP SEHAT!! KALAU BUKAN SEKARANG KAPAN LAGI??

Model Peradilan Pidana


Selama ini terdapat beberapa model dalam peradilan pidana. Masing-masing model tentunya memiliki latar belakang dan mekanismenya masing-masing dalam perjalanannya. Terdapat dua asas yang membedakan kedua model tersebut secara keseluruhan, yakni asas praduga tidak bersalah (legal guilt) dan kedua adalah asas praduga bersalah (factual guilt). Kedua asas tersebut merupakan dasar pedoman dalam bertindak oleh aparat ketika memberikan perlakuan terhadap tersangka dalam sistem peradilan pidana. Pada asas praduga tak bersalah, dikatakan bahwa kesalahan yang ditujukan kepada tersangka merupakan suatu sifat yang terbuka, dimana tersangka tidak langsung dianggap telah melakukan kesalahan atas prediksi hasil, sebelum mendapat putusan pidana mengenai perkaranya. Sedangkan asas praduga bersalah, seringkali disebut sebagai prediksi dari hasil sistem peradilan pidana secara deskriptif dan faktual, dimana tersangka yang telah ditangkap dan disidik meskipun tidak ditemukan kesalahan atau terdapat.

Seorang tokoh bernama Herbert Packer, dua model sistem peradilan pidana, crime control model dan due process model. Crime control model merupakan model peradilan pidana yang bertujuan untuk menekan angka kejahatan dengan memberikan toleransi yang kecil, disini fungsi peradilan pidanan adalah untuk mengontrol dan mengawasi. Kelemahan dalam model ini, bila terdapat ketidakmampuan komponen – komponen dalam sistem peradilan pidana dapat menimbulkan runtuhnya ketertiban umum yang mengarah pada hilangnya ketenangan sosial yang penting bagi kebebasan manusia. Proses peradilan yang terdapat dalam model ini cenderung cepat dan efisien, penekanan lebih ditekankan pada kecepatan dan penyelesaiannya. Dalam model peradilan pidana ini asas yang berlaku adalah asa praduga bersalah, dimana timbul dalam sistem peradilan pidana yang mempunyai prinsip pembuktian secara ekstensif dan professional, oleh karena itu setiap tersangka yang tertangkap dan telah dikenakan suatu tuduhan maka ia pasti bersalah.

Model peradilan pidana kedua yakni due process model merupakan model yang berbeda dengan model peradilan pidana crime control, dalam model ini asas yang digunakan merupakan asas praduga tak bersalah. Tujuan utama dari sistem peradilan dengan model ini adalah sebisa mungkin memberikan perlindungan baik itu kepada pihak yang tidak bersalah dan memberikan pidana kepada yang bersalah. Sistem peradilan ini mendapat kritikan karena dianggap terlalu melindungi hak tersangka, sebab hal ini berkaitan dengan asas yang digunakannya yaitu asas praduga tidak bersalah. Dengan berdasarkan asas praduga tak bersalah maka bentuk yang peradilan yang terdapat dalam model ini lebih merupakan obstacle course.

Dalam sistem peradilan pidana tentunya tidak dapat dilepaskan dari aparat kepolisian. Pada umumnya, polisi memiliki fungsi sebagai penegak hukum, penjaga ketertiban, dan pelayanan sosial. Joseph J.Senna dan Larry J.Siegel (1993) mengungkapkan bahwa tipologi polisi dapat dibedakan menjadi beberapa kategori : crime fighter (lebih menekankan pada penggunaan kekerasan dimana fokus perhatian hanya memperhatikan pada kejahatan serius saja), social agent (bentuk pelayanan sosial & penegakan hukum yang dilakukan minim), law enforcer (berorientasi professional, sesuai dengan hukum dan menegakan hukum tersebut), watchman (hanya berfungsi sebagai pengawas ketertiban umum saja, merupakan bentuk kerja polisi yang sangat minim). Kepolisian turut pula memiliki kebijakan diskresi, kebijakan polisi untuk memilih bertindak atau tidak berdasarkan adanya hambatan yang efektif terhadap kekuasaan polisi dalam menjalankan tugasnya. Adapun faktor – faktor yang dapat mempengaruhi diskresi polisi adalah pengaruh lingkungan baik itu secara umumnya juga lingkungan tempat polisi tersebut bekerja, pengaruh situasional, dan faktor – faktor ekstra legal (Joseph J.Senna dan Larry J.Siegel).

Pustaka
Siegel, Larry J. dan Senna, Joseph J. Essentials of Criminal Justice. 2006. Cengage Learning.

Restorative Justice: Sebuah Alternatif Penyelesaian Perkara


Restorative justice sebagai sebuah alternatif dalam penyelesaian perkara selain sistem peradilan pidana yang selama ini digunakan memang menawarkan sebuah proses penyelesaian perkara yang baik. Mengapa restorative justice ini dapat dikatakan baik dalam penyelesaian perkara? Hal ini dilihat dari dalam proses penyelesaian perkara, restorative justice tidak lagi menggunakan cara-cara konvensional yang selama ini digunakan dalam sistem peradilan pidana, yang berfokus pada mencari siapa yang benar dan siapa yang salah, serta mencari hukuman apa yang pantas diberikan kepada pihak yang bersalah tersebut. Sementara yang dicara oleh penyelesaian perkara melalui restorative justice bukan lagi kedua hal tersebut, yang diinginkan oleh restorative justice adalah sebuah pemulihan. Pemulihan yang dimaksud disini bukan hanya pemulihan terhadap pelaku agar ia tidak lagi melakukan kejahatan, melainkan pemulihan turut pula ditujukan kepada korban sebagai pihak yang dirugikan serta hubungan antara korban, pelaku, serta masyarakat agar jalannya kehidupan dapat kembali seperti semula.

Dengan tujuan yang dimiliki oleh restorative justice tersebut, maka sudah pasti kedudukan korban disini menjadi lebih terlindungi baik dari pemenuhan kepentingan dan hak-hak yang dimiliki oleh korban dalam suatu perkara. Korban menjadi pihak yang turut memiliki kedudukan atau peranan untuk dengan sendirinya mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang dimiliki olehnya. Mulai dari bentuk dialog antara korban, pelaku, dan anggota masyarakat, hingga pengambilan keputusan terhadap pelaku, semuanya lebih mengedepankan akan kepentingan yang seharusnya terpenuhi dari korban.

Perlindungan terhadap korban dalam restorative justice ini secara konkrit dapat terlihat dari mekanisme-mekanisme secara rinci penyelesaian perkara melalui restorative justice. Dalam restorative justice, terdapat beberapa fase penyelesaian perkara seperti yang tercantum dalam artikel yang diterbitkan oleh salah satu badan di Amerika mengenai hukum yaitu, Prison Fellowship International, yaitu:
1. Victim Offender Mediation, dalam tahap ini merupakan suatu tahap dimana terjadinya pertemuan antara korban dengan pelaku di sebuah tempat yang aman dan telah diatur sedemikian rupa dengan pendampingan oleh pihak yang menjadi mediator. Pada tahap ini korban mengemukakan mengenai apa yang ia rasakan dan yang ia inginkan. Tujuan dari dilakukannya fase atau tahap ini adalah mempertemukan korban dengan pelaku secara sukarela sehingga hal ini dapat membuat pelaku untuk belajar mengenai dampak dari perbuatannya dan akan adanya konsekuensi yang harus ia hadapi atas perbuatannya tersebut, serta hal ini juga bertujuan untuk memberi kesempatan bagi korban dan pelaku untuk merundingkan konsekuensi yang harus dihadapi oleh pelaku atas perbuatannya.

2. Family or Community Group Confrencing, proses ini mempertemukan korban, pelaku, keluarga korban dan pelaku, teman, serta kerabat dari kedua belah pihak untuk memutuskan mengenai jalan keluar yang akan ditempuh untuk menyelesaikan perkara yang terjadi antara korban dengan pelaku. Tujuan dari hal ini adalah memberikan korban kesempatan untuk secara langsung terlibat dalam memberikan respon terhadap kejahatan yang terjadi kepadanya, meningkatkan kepekaan pelaku akan dampak dari perbuatannya dan memiliki kesempatan untuk bertanggungjawab atas perbuatannya, serta membuka kesempatan bagi pelaku dan korban untuk dapat kembali berhubungan dengan masyarakat secara baik.

3. Peacemaking or Sentencing Circle, merupakan proses yang dibuat untuk mengembangkan sebuah konsensus antara masyarakat, korban, kerabat korban, pelaku, kerabat pelaku, hakim, jaksa, polisi, dan aparat peradilan pidana lainnya yang bekerja dalam pemberian hukuman berdasarkan kesepakatan bersama semua pihak tersebut. Tujuan dari diadakannya hal ini adalah memberikan korban kesempatan untuk membayar kesalahannya, memberi kesempatan bagi korban, pelaku, anggota keluarga kedua pihak untuk menyuarakan pendapat mereka mengenai solusi atas permasalahan mereka, serta yang tidak kalah penting adalah membangun suatu rasa kebersamaan didalam kehidupan bermasyarakat

Semua jenis mekanisme penyelesaian perkara diatas merupakan cara-cara yang dapat dilakukan dalam mengatasi suatu perkara dengan tetap memberikan perlindungan terhadap kepentingan dan hak-hak yang dimmiliki oleh korban. Semua mekanisme untuk dilakukannya restorative justice di atas dapat dilihat tetap memperhatikan hak yang dimiliki oleh tidak hanya korban tetapi juga pelaku, jadi dalam restorative justice tidak ada pihak yang berada dalam posisi lebih tinggi untuk menyelesaikan sebuah perkara, yang ada adalah sebuah perundingan anatar pihak-pihak terkait untuk mencari kesepakatan mengenai jalan keluar pemecahan masalah.

DATA PUSTAKA
Braithwaite, John.” Restorative Justice: Assessing Optimistic and Pessimistic Accounts”, dalam Crime and Justice, Vol. 25, hal 1-127. The University of Chicago Press: 1999.

Braithwaite, John. “Restorative Justice and De-Professionalization”, dalam The Good Society, Vol. 13, No. 1, Symposium: Theory of Democratic Professionalism hal. 28-31. Penn State University Press: 2004.

Dignan, James.”Understanding Victims and Restorative Justice”, Chapter 4 & 5. Open University press: 2005.

Kanker: Dampak Negatif Mengikuti Perkembangan Teknologi


Teknologi yang begitu berkembang pesat terutama dalam dua dekade belakangan ini telah membawa begitu banyak perubahan didalam kehidupan manusia. Mulai dari kehidupan biasa sehari-hari seperti televisi yang saat ini dapat ditonton dalam bentuk 3 dimensi, dan munculnya ponsel-ponsel pintar (smartphone) sebagai alat untuk berkomunikasi, hingga pada alat-alat yang dignunakan untuk berperang, salah satunya adalah pesawat perang tanpa awak yang dimiliki oleh beberapa negara maju. Dapat dibayangkan bagaimana teknologi telah menjadi semacam kekuatan baru didalam kehdiupan manusia yang dapat menunjang atau mempermudah kehidupan manusia.

Namun, jangan disangka meskipun teknologi saat ini sudah begitu maju, ia tidak akan pernah berhenti untuk terus berkembang menuju arah lebih baik. Perkembangan dari teknologi tersebut dapat terjadi secara cepat maupun secara lambat. Untuk perkembangan teknologi yang cepat dapat diambil contoh dari telepon seluler, dulu sekitar tahun 1990-an akhir telepon seluler belum ada yang memiliki layar warna, kamera, ataupun dapat terkoneksi internet, namun pada sekitar awal tahun 2000-an lahirlah telepon seluler yang memiliki warna, dapat terkoneksi internet, dan memiliki kamera. Selanjutnya, tidak sampai satu dekade kemudian muncullah teknologi 3G pada telepon seluler yang semakin mempercepat dan mempermudah komunikasi yang diiringi pula dengan munculnya ponsel layar sentuh. Setelah itu, beberapa tahun kemudian, muncullah telepon seluler yang disebut sebagai ponsel pintar, seperti BlackBerry, iPhone, dan ponsel dengan OS Android, yang sedang booming saat ini.

Perkembangan dari teknologi tersebut memang merupakan hal yang harus ada karena tuntutan hidup yang terus menerus berubah tiap waktu. Namun, bukan berarti masyarakat harus selalu memiliki barang-barang tertentu dengan teknologi yang paling baru pula. Hal ini dikarenakan oleh, mengikuti perkembangan teknologi dengan cara membeli barang-barang dengan teknologi paling mutakhir ternyata dapat menimbulkan penyakit kanker. Tetapi, penyakit ini hanya dapat timbul pada masyarakat kelas menegah ke bawah. Mengapa begitu? Karena kanker yang dimaksud adalah kantong kering (haha..). Pada masyarakat kelas menegah ke atas tentu tidak akan kesulitan untuk memenuhi hal ini, karena kelebihan materi yang mereka miliki. Betul atau betul pendapat saya ini menurut anda sekalian?? Memang rasanya sulit untuk membendung keinginan kita memiliki suatu barang dengan teknologi terbaru yang keren, canggih, dan lainnya, ketika kondisi keuangan sebenarnya pas-pasan (curcol). Apalagi, saat melihat teman-teman kita memiliki barang-barang tersebut, pasti kita akan bertambah ngiler dibuatnya.

Tetapi, saya merasa beruntung karena ternyata bisa menahan nafsu saya untuk memenuhi keinginan tersebut, karena saya berpikir mengikuti teknologi tidak akan ada habisnya, bahkan sampai harta kita habis pun akan kembali keluar teknologi terbaru yang lebih baik. Alasan lainnya adalah memang karena saya tidak punya uang untuk memenuhi keinginan tersebut. Selain itu, saya berpendapat mengiktui perkembangan teknologi memang perlu, namun harus tetap disesuaikan dengan kebutuhan kita masing-masing, secanggih apapun suatu teknologi tapi tidak bermanfaat untuk kehidupan kita justru malah menjadi sebuah tindakan pemborosan yang begitu besar. Jadi saran saya, bagi teman-teman yang selalu update dengan teknologi terutama gadget terbaru (dengan budget pas-pasan) hendaknya lebih bersikap bijak dalam memilih, sesuaikan apa yang kita pilih dengan yang kita butuhkan, jangan karena ingin dianggap sebagai orang yang up to date teknologi anda mengabaikan hal-hal lain yang lebih penting.

Semoga Bermanfaat!!

Ada Yang Kurang Dari SEA Games 2011…


Bagai sayur tanpa garam, mungkin itu merupakan istilah yang cocok bagi Indonesia di ajang SEA Games, gelar juara umum yang diraih oleh Indonesia menjadi terasa kurang lengkap karena kegagalan medali emas dari cabang sepak bola.
Penantian selama empat belas tahun akhirnya membuahkan hasil. Indonesia akhirnya kembali menjadi juara umum SEA Games ke 26 di Jakarta, gelar ini merupakan yang pertama sejak tahun 1997 pada SEA Games ke 19 yang digelar di Kuala Lumpur Malaysia. Perolehan 476 medali yang terdiri dari 182 emas, 151 perak, dan 143 perunggu berhasil mengantarkan Indonesia berada di peringkat pertama mengungguli sepuluh negara ASEAN lainnya yang mengikuti gelaran SEA Games ini. Hasil ini tentu saja menjadi pelepas dahaga bangsa Indonesia akan prestasi di dunia olahraga, terutama dengan hasil mengecewakan yang diraih oleh Timnas sepak bola senior di ajang pra-piala dunia 2014 dimana tidak ada satu poin yang diraih dari empat pertandingan yang dilakoni.

Hampir dari semua cabang olahraga yang dipertandingkan Indonesia berhasil meraih medali emas. Namun, justru di beberapa cabang olahraga yang diharapkan oleh sebagian besar bangsa Indonesia untuk menjadi juara justru gagal mempersembahkan yang terbaik, salah satunya adalah sepak bola. Olahraga terpopuler di Indonesia ini memang begitu diharpakan untuk dapat meraih medali emas di SEA Games kali ini. Penampilan yang menawan dari para garuda muda di babak penyisihan grup sempat menumbuhkan asa yang tinggi untuk dapat menambah pundi-pundi medali emas Indonesia, namun apa daya di pertandingan puncak justru timnas dikalahkan oleh Malaysia melalui adu penalti dengan skor 4-3. Penampilan apik timnas selama turnamen termasuk pada saat final seakan-akan tidak diiringi oleh kehadiran dewi fortuna. Hasil ini tentu saja menimbulkan kekecewaan bagi bangsa Indonesia terutama para pencinta sepak bola tanah air. Namun, walau bagaimanapun sebagai sebuah bangsa kita harus tetap memberi apresiasi setinggi langit bagi para atlet yang telah berjuang mati-matian membela tanah air ini baik yang telah mempersembahkan medali ataupun tidak.

Kegagalan cabang sepak bola kali ini memang mengecewakan, namun yang diperlukan saat ini adalah evaluasi. Kegagalan yang kita raih kali ini pasti disebabkan adanya suatu kekurangan, hal inilah yang saat ini harus dicari untuk dapat dipecahkan atau dicari jalan keluarnya. Sehingga di kemudian hari, tidak hanya di ajang SEA Games, timnas sepak bola kita dapat mempersembahkan hal yang lebih baik dari sekarang. Maju Terus Garuda!!!

Suporter Tewas Siapa Yang Salah?


Dunia persepakbolaan Indonesia kembali disorot, kali ini bukan karena urusan kepengurusan ataupun prestasi, tetapi mengenai tewasnya dua orang suporter menjelang laga final sepak bola Sea Games 2011 di Senayan. Diduga, seperti yang dilansir Kompas.com, dua orang penonton tersebut tewas karena berdesakan pada saat ingin memasukki stadion GBK. Peristiwa yang sebenarnya bukanlah persoalan baru ini kian memperpanjang rapor merah dalam perjalanan sepak bola Indonesia yang makin disorot belakangan ini dan menambah derita bangsa atas kekalahan dari Malaysia.

Lalu, siapa yang harus disalahkan dalam peristiwa ini? Apakah penyelenggara SEA Games yang tidak mampu melakukan manajemen dalam melaksanakan pertandingan dengan baik, atau pihak kepolisian yang lengah dalam mengemankan pertandingan, atau bahkan memang karena moral dari para suporter kita yang sulit untuk dapat menjaga ketertiban. Tiga pihak tersebut memang dapat menjadi pihak yang salah dalam peristiwa ini, namun akan menjadi tidak tepat pula apabila kesalahan secaira penuh dibebankan pada salah satu pihak. INASOC sebagai penyelenggara pertandingan mungkin kurang baik dalam manajemen pertandingan terutama mengenai permasalahan pengaturan penonton saat menjelang pertandingan, hal ini dapat dilihat dari korb;an yang tewas karena berdesakkan dengan penonton lain untuk masuk stadion baik yang memiliki tiket maupun tidak memiliki tiket. Namun, pekerjaan ini memang tidak mudah terlebih lagi dengan euforia yang begitu besar dari masyarakat Indonesia pada sepak bola, sehingga menyebabkan membludaknya para suporter baik yang legal ataupun ilegal memasuki stadion. Selanjutnya, mengenai pihak kepolisian, sebagai pihak yang bertugas menjaga keamanan selama pertandingan berlangsung, polisi dapat pula dikatakan lengah dengan adanya dua suporter yang tewas, namun, dikutip dari vivanews.com, ternyata hanya 2.875 personil polisi yang dikerahkan untuk mengamankan final sepak bola tersebut. Jumlah tersebut tentunya sangat tidak sebanding dengan jumlah suporter yang ingin menonton sebanyak 100.000 orang lebih baik yang memiliki tiket atau tidak. Sehebat apapun pihak kepolisian tetapi jumlahnya jauh lebih sedikit dari suporter tidka akan sanggup untuk mengamankan pertandingan secara sempurna. Selanjutnya, mengenai permasalahan suporter, di persepakbolaan Indonesia, suporter seringkali dianggap sebagai biang keladi tiap ada kerusuhan di pertandingan. Sebelum adanya peristiwa ini, telah ada beberapa peristiwa yang menggambarkan sifat buruk suporter, seperti saat Piala AFF ada suporter yang menmbakkan laser ke pemain lawan, ada suporter yang menyalakan petasan, hingga adanya istilah ‘jebolan’ bagi penonton yabng menonton pertandingan tanpa tiket. Sikap anarkis dari para suporter ini menjadikan mereka sebagai kambing hitam dalam kerusuhan yang ada. Namun, tanpa kehadiran suporter mungkin para atlet-atlet yang berjuang di pertandingan tidak memiliki semangat yang lebih.

Jadi, pihak mana yang patut disalahkan menurut anda? Menurut saya pribadi, sudah tidak ada gunanya kita menyalahkan satu sama lain. Untuk menghasilkan suatu hal yang baik, tidak hanya didalam bidang sepak bola, diperlukan adanya sinergi dari semua pihak yang ada. Tiap pihak pasti memiliki argumennya masing-masing untuk membela dirinya, dan apabila tiap pihak hanya berusaha membela dirinya, maka permasalahan ini tidak akan pernah habis. Saat ini yang diperlukan adalah adanya evaluasi dan introspeksi dari masing-masing pihak untuk memperbaiki yang salah dan mempertahankan apa yang telah dilakukan dengan baik. Dan hal terakhir yang harus diingat untuk memcahkan permasalahan ini adalah kita ini adalah satu kesatuan yaitu bangsa Indonesia dan dengan bagaiamanapun kita harus berjuang untuk Indonesia. HIDUP INDONESIA!!!

Tulisan Pertama Sang Blogger Baru

yeaah..!! akhirnya punya blog. Setelah berkali-kali atau bahkan berpuluh-puluh kali hanya kepingin buat punya blog, akhirnya hari ini kesampaian juga. Mungkin yang baca tulisan saya ini (kalau ada sih..) akan berpikir kalau saya ini seperti “bulan kesiangan”, kenapa?? ya, iyalah orang-orang kan nge-blog udah dari kemaren tau kalii.. Mungkin kalau boleh dibilang fenomena orang-orang membuat tulisan di dunia maya (blogger) sudah dimulai sejak lima sampai sepuluh tahun yang lalu, sejak internet mulai berkembang dan menyebar dengan pesat di negara kita ini. Niatan saya untuk mengikuti tren menjadi blogger sebenarnya sudah ada sejak dua atau tiga tahun yang lalu saat saya masih duduk di bangku SMA, namun niat hanya menjadi sebatas niat tanpa adanya realisasi. Ada beberapa alasan sih sebenarnya yang membuat saya mengurungkan niat berkali-kali untuk membuat blog. Pertama, saat masih duduk di SMA akses internet yang saya miliki sangat terbatas, mungkin tiap minggu saya mengakses internet rata-rata sekitar 2 jam di sekolah saat mata pelajaran komputer, maklumlah saya berasal dari keluarga pas-pasan komputer pun pada saat itu hanya punya Pentium 1 yang kadang-kadang bisa beroperasi kadang juga tidak (jadi malu kalo inget). Kedua, saya menyadari kalo keinginan saya itu hanya sekedar ikut-ikutan saja, hobi dan kemampuan menulis saya (walaupun sekarang masih newbie juga), belum seperti sekarang ini, jadi saya pikir percuma juga kalau buat blog tapi ga diurus. Ketiga, karena saya gaptek (gagap teknologi), dulu saya kira kalau buat blog itu semuanya bayar, jadi berhubung masih sekolah dan belum punya penghasilan ya sudahlah ditunda dulu keinginan buat blog-nya.

Namun, saat ini saya telah ber-transformasi menjadi orang yang jauh lebih baik untuk memiliki sebuah blog (lebaay), haha. Ya, setelah meanggalkan baju seragam putih abu-abu alias lulus dari SMA dan masuk kuliah, pola pikir, kebiasaan, dan kemampuan saya benar-benar menjadi berkembang, terutama kemampuan saya dalam menulis. Tanya kenapa?? saya turut pula memiliki dua buah alasan untuk menjawabnya, pertama, berhubung saya kuliah di Universitas bergengsi yang ada di Indonesia yaitu UI (sombooong) dan sekarang memasuki semester 5, maka tugas sudah menjadi makanan sehari-hari yang kalau saja satu hari tidak ada tugas yang dikerjakan akan terasa ada sesuatu yang kurang dalam hidup, haha. Mulai dari membuat laporan kuliah, membuat Review artikel, buku, atau jurnal yang biasanya bahasa Inggris, hingga merancang dan membuat sebuah penelitian menjadi makanan sehari-hari. Awalnya, memang terasa berat namun lama-kelamaan akhirnya terbiasa juga dan lebih dari itu malah membuat kemampuan saya terutama dalam menulis menjadi berkembang begitu pesat, jadi sekalian aja saya mengucapkan terima kasih pada bapak dan ibu dosen yang telah mengajar dan memberi saya berpu;uh-puluh atau beratus-ratus tugas selama kuliah ini, karena kalianlah saya bisa seperti sekarang ini. Kedua, saya memiliki cita-cita untuk menjadi seorang jurnalis. Sebenarnya cita-cita ini baru datang selama dua tahun belakangan ini, karena melihat salah satu senior saya di organisasi kemahasiswaan yang menjadi wartawan di salah satu harian ternama nasional. Saya melihat apa yang dilakukannya begitu menarik dimana ia dapat bertatapan langsung dengan orang-orang penting di negara ini, dan kadang meliput keluar negeri. Sejak saat itu saya terus berusaha untuk berlatih menulis. Walaupun saya sadari pula bahwa menjadi seorang wartawan tidaklah seenak dan semudah apa yang dilihat, dan kata dosen saya, kalau mau kaya jangan jadi wartawan. Namun begitu hal ini tidak menyurutkan cita-cita saya tersebut. Untuk melatih diri di dunia jurnalistik maka saya akan belajar menulis melalui blog ini.

Mungkin cerita ini tidak penting bagi anda sekalian yang membaca, itupun kalau ada yang baca. Namun, saya ingin menyampaikan satu hal, agak ngawur dari konteks sebenarnya, pada teman-teman terutama yang masih sekolah atau kuliah, yaitu apabila guru atau dosen memberikan tugas hendaknya jangan dipandang sebagai beban, namun anggaplah sebagai salah satu langkah kita dalam menapaki masa depan yang lebih baik. Mungkin saya belum pantas untuk memberi nasehat karena cita-cita saya sendiri belum tercapai, oleh karena itu anggaplah pesan saya sebagai kata-kata dari seorang teman.

Balik lagi ke konteks awal, jadi inilah tulisan pertama saya yang mungkin kualitasnya jauh dibanding dengan teman-teman lain yang sudah senior didalam dunia blog. Mohon kritiknya yaa atas tulisan ini, dan jangan lupa doakan agar cita-cita saya tercapai!!